BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Menurut UU Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif
mengembangkan potensi dirinya, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, bangsa, dan negara.
Kemajuan tekonologi menyebabkan ilmu
pengetahuan berkembang pesat, untuk mengimbangi kemajuan tersebut maka
peningkatan kualitas pendidikan harus dilakukan. Pendidkan sangat berkaitan
erat dengan kualitas dan kemampuan guru dalam menyajikan materi terhadap anak
didiknya. Guru harus bersikap kritis terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Untuk itu guru dituntut terus berinovasi dalam proses belajar
mengajar terutama dalam pemanfaatan pemodelan dalam belajar mengajar. Membahas
tentang model-model mengajar dalam kerangka pengajaran , merupakan suatu hal
penting. Dalam mengajar, penggunaan model bukan suatu yang baru.
Pengembangan model-model mengajar
tersebut adalah dimaksudkan untuk membantu guru meningkatkan kemampuannya untuk
lebih mengenal siswa dan menciptakan lingkungan yang lebih bervariasi bagi
kepentingan belajar siswa. Dalam
pelaksanaan kegiatan pengajaran yang bertujuan memberi pengetahuan,
keterampilan dan sikap pada siswa. Pada umumnya bidang ini merupakan tugas dan
tanggung jawab guru dalam proses kegiatan mengajar belajar. Bimbingan kepada
para siswa yaitu membantu siswa mengambil manfaat semaksimal mungkin dari
pendidikannya di sekolah. Terciptanya keselarasan guru dan murid tergantung
dengan adanya 2 bidang yaitu bidang pengajaran, bidang kurikuler, dan bidang
bimbingan.
Faktor yang dapat menjadikan suasana
belajar menjadi lebih kondusif adalah penggunaan metode yang sesuai dengan
materi pelajaran sehingga dapat merangsang siswa dalam belajar lebih aktif
untuk belajar. Dan aktifnya para siswa untuk bertanya.
Bertanya merupakan suatu hal yang sangat
lazim untuk dilakukan dalam proses pembelajaran. Guru bertanya untuk mengukur
pemahaman siswa, untuk mendapatkan informasi dari siswa, untuk merangsang siswa
berpikir, dan untuk mengontrol kelas.
Sementara itu siswa kadang juga
bertanya untuk mendapatkan berbagai tujuan. Misalnya untuk mendapatkan
penjelasan dan sebagai ungkapan rasa ingin tahu, atau bahkan sekedar untuk
mendapatkan perhatian. Tampaknya tidak ada yang menyangkal bahwa peran penting
pertanyaan dalam proses belajar mengajar dapat memberikan motivasi dan
meningkatkan kemampuan siswa dalam kagiatan belajar mengajar (KBM).
1.3 Rumusan masalah
1.
Bagimana
cara terciptanya keselarasan Hubungan Guru dengan Murid saat terjadinya proses
belajar mengajar ?
2.
Apa
pentingnya Pengembangan pembodelan dalam proses belajar dan mengajar ?
3.
Bagaimana
cara untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif ?
4.
Pentingnya
pproses bertanya pada proses belajar dan mengajar ?
5.
Apa
saja kode etik yang perlu di lakukan guru kepad muridnya ?
1.2 Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui hubungan keselarasan guru dengan murid
2.
Untuk
mengetahui bagaimana terciptanya suasana belajar mengajar yang kondusif
3.
Untuk
mengetahui cara penyusunan pertanyaan yang baik antara guru dan murid di saat
belajar mengajar
4.
Untuk
mengetahui kode etik guru dan fungsinya
5.
Untuk
mengetahui pendekatan-pendekatan apa saja yang perlu dilakukan guru kepada muridnya
.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pentingnya guru sebagai tenaga pendidik siswa
Salah satu faktor yang dapat
menjadikan suasana belajar menjadi lebih kondusif adalah penggunaan metode yang
sesuai dengan materi pelajaran sehingga dapat merangsang siswa dalam belajar
lebih aktif untuk belajar.
Proses belajar mengajar merupakan
inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang
peranan penting. Dengan demikian belajar mengajar yang bermutu adalah kegiatan
belajar mengajar yang berorientasi kepada keaktifan, kerativitas, dan
kemandirian siswa.
Guru harus memahami dan mengahayati para siswa yang dibinanya, karena wujud siswa pada setiap saat
tidak akan sama, ini disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pada kenyataannya dilapangan,
pembelajaran selama ini masih banyak guru-guru yang mengajukan pertanyaan
dengan cara konvensional, dimana cara ini kurang memotifasi siswa untuk
berusaha mencari atau merumuskan sendiri jawaban atas pertanyaan guru. engan
pemanfaatan pemodelan yang dilakukan oleh guru ini diharapkan siswa mampu
mencari jawaban sendiri sesuai dengan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari
yang pada akhirnya jawaban atas pertanyaan itu “seolah-olah siswa sendiri yang
menemukan”.
2.2 Pentingnya
pertanyaan untuk meningkatkan partisipasi siswa
Untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam
proses belajar mengajar, guru perlu menunjukkan sikap baik pada waktu
mengajukan pertanyaan maupun ketika menerima jawaban siswa. Pertanyaan yang
dirancang dengan baik dan berlangsung secara berkesinambungan dapat
mengembangkan aktivitas mental dan kemampuan berpikir siswa secara terarah.
Dalam hal ini guru sebagai tenaga
pendidik dan pengajar perlu memperhatikan beberapa contoh penyusunan pertanyaan
yang baik, adapun contoh penyusunan pertanyaan yang baik adalah sebagai berikut
:
1.
Bahasanya
langsung dan sederhana
Pertanyaan
yang diajukan kepada siswa itu harus diusahakan agar bahasanya langsung dan
sederhana. Pertanyaan itu harus dapat memusatkan perhatian siswa pada inti atau
materi pertanyaan.
2.
Maknanya
pasti dan jelas
Agar
tidak mengacaukan pikiran siswa, maka makna pertanyaan yang diajukan kepada
mereka harus pasti dan jelas. Bila sebuah pertanyaan dapat menimbulkan berbagai
macam interpretasi, maka bisa menyebabkan siswa enggan menanggapi.
3.
Urutan
logik
Pertanyaan
itu seyogyanya dapat menyebabkan seseorang berlatih berfikir dengan urutan yang
logik.
4.
Pertanyaan
harus sesuai dengan kemampuan kelas
Pertanyaan
yang kita ajukan kepada siswa dalam suatu kelas harus sesuai dengan tingkat
kemampuan kelas itu. Pada waktu guru merencanakan serangkaian pertanyaan untuk
diajukan kepada siswa, maka ia harus benar-benar berusaha agar pertanyaannya
cocok dengan tingkat kemampuan kelas tersebut. Dengan demikian mengajukan
pertanyaan yang telah disesuaikan dengan audiens pada umunya dan siswa pada
khususnya, maka komunikasi dapat di tingkatkan.
5.
Pertanyaan
yang merangsang usaha
Pertanyaan
itu hendaknya dapat membangkitkan usaha siswa. Sementara guru menyusun kerangka
pertanyaan agar cocok dengan tingkat kemampuan kelas, ia juga berusaha pula
menyiapkan pertanyaan yang cukup sulit untuk membangkitkan usaha siswa. Tetapi
harus dijaga agar soal itu tidak terlalu sulit.
6.
Memikat
minat siswa
Guru harus
berusaha agar pertanyaan yang disusunnya dapat memikat siswa selama pelajaran
berlangsung. Pada waktu mengajukan pertanyaan, guru tidak hanya berpusat pada
satu orang saja tetapi, giliran harus diberikan secara bergantian anatara siswa
yang mengajukan diri secara sukarela dengan yang tidak. Hal ini akan mendorong
siswa untuk menaruh perhatian. Guru harus membiasakan diri memberi penguatan
positif kepada siwa yang menjawab dengan benar dan guru juga harus membiasakan
diri untuk menangani atau membetulkan jawaban siswa yang salah. Penguatan
positif ini bisa berupa nilai yang bagus, pujian, anggukan, acungan jempol atau
hadiah.
Bertanya dengan baik merupakan seni dan
merupakan salah satu unsur penting dalam pengajaran yang baik. Akibatnya, hal
ini dapat menjadi kekuatan yang besar atau sebaliknya kelemahan yang serius
dalam pelaksanaan tugas mengajar. Pertanyaan-pertanyaan itu harus dipersiapkan
dengan sungguh-sungguh dan diajukan berhati-hati.
2.3 Apa
pemodelan itu ?
Pemodelan adalah suatu rencana,
rancangan, atau pola yang digunakan dalam menyusun dan mengembangkan vaktor
rangsangan (stimulus), respon (Response), serta penguatan (Reinforcement)
dengan tujuan dapat menghasilkan sebuah stimulus yang berupa pertanyaan.
Salah satu masalah yang cukup rumit
bagi guru dalam pengelolaan pembelajaran yang menggunakan model pengajaran
berdasarkan masalah adalah bagaimana menangani siswa baik individual maupun
kelompok, yang dapat menyelesaikan tugas lebih awal maupun yang terlambat.
Dengan kata lain kecepatan penyelesaian tugas tiap individu maupun kelompok
berbeda-beda. Pada model pengajaran berdasarkan masalah siswa dimungkin untuk
mengerjakan tugas multi (rangkap), dan waktu penyelesaian tugas-tugas tersebut
dapat berbeda-beda.
Dalam model pengajaran berdasarkan
masalah, guru sering menggunakan sejumlah bahan dan peralatan, dan hal ini
biasanya dapat merepotkan guru dalam pengelolaannya. Oleh karena itu, untuk
efektifitas kerja guru harus memiliki aturan dan prosedur yang jelas dalam
pengelolaan, penyimpanan, dan pendistribusian bahan.
Pengembangan model-model mengajar
tersebut adalah dimaksudkan untuk membantu guru meningkatkan kemampuannya untuk
lebih mengenal siswa dan menciptakan lingkungan yang lebih bervariasi bagi
kepentingan belajar siswa. Model ini bisa cara mengoperasikan sesuatu, cara menyelesaikan
soal, dan sebagainya. Dengan cara demikian, guru memberi model “bagaimana cara
belajar”.
Dengan memperhatikan batasan tersebut
maka dapat dikatakan bahwa model mengajar adalah merupakan sebuah perencanaan
pengajaran yang menggambarkan proses yang ditempuh pada proses belajar mengajar
agar dicapai perubahan spesifik pada prilaku siswa seperti yang diharapkan.
Interaksi seorang guru dalam
melaksanakan misi tugas kependidikannya bukan hanya terjadi antara guru dengan
peserta didik, akan tetapi interaksi guru terserbut terjadi juga dengan rekan
sejawat, orang tua peserta didik, masyarakat, dan pelaksanaan misi tugasnya.
Dalam interaksi seperti itu, perbedaan pendapat, persepsi, harapan, dan perbedaan lainnya
sulit dihindari , apalagi pemikiran masyarakat diera demokratisasi ini semakin
kritis.
2.4 Kode Etik
Guru
Disadari atau tidak jabatan guru
adalah jabatan professional. Sebagai profesi, jabatan ini memiliki kode etik
keguruan, yang menjadi pedoman pelaksanaan misi tugas seorang guru. Kode etik
inilah yang menjawab bagaiman seharusnya seorang guru berinteraksi dengan peserta didik, rekan
sejawat orang tua peserta didik, masyarakat dan dengan pelaksanaan misi
tugasnya itu sendiri. Jika seorang guru memedomani kode etik guru dalam
pelaksanaan misi tugas kependidikannya, maka bias praktik profesional sangat
mungkin dapat dihindari dan keselarasan antara kepentingan pribadi dengan
kepntingan masrakat sangat mungkin dapat diujudkan. Dipihak lain dalam
melaksanakan misi tugasnya seorang guru dihadapkan pada dua kepentingan.
Sebagai seorang pribadi, ia harus melaksanakan misi tugasnya itu demi
kepentingan sendiri, dan sebagai
profesional ia melaksanakan misi tugas kependidikannya itu semata-mata demi
kepentinga peserta didik dan masyaralkat
pengguna jasa layanan profesi keguruan. Dilema seperti ini terkadang
menyebabkan biasnya pelaksanaan misi tugasnya sebagai guru dan pendidik.
B. Pengertian Kode Etik
Secara
etimologis kode etik berarti pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam
melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Dengan kata lain, kode etik merupakan
pola atauran atau tata cara etis sebagai pedoman berprilaku. Etis berarti sesuai
dengan nilai-nilai, dan norma yang dianut oleh sekelompok orang atau masyarakat
tertentu. Gibson dan Mitchel (1995;449) menegaskan bahwa suatu kode etik
menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam
standar prilaku anggotanya. Inti nilai professional adanya sifat altruistis
dari seorang propesional, mentingkan kesehjahteraan orang lain, dan lebih
berorentasi pada pelayanan masyarakat umum.
C. Fungsi Kode Etik Keguruan.
Kode etik guru sesungguhnya merupakan pedoman
yang mengatur hubungan guru dangan teman sejawat, peserta didik, orang tua
peserta didik, pimpinan, masyarakat dan dengan misi tugasnya. Jalinan
hubugan tersebut dilakukan untuk
berbagai kepentingan terutama untuk kepentingan pekembangan siswa secara
optimal.
kondusif bagi perkembangan peserta didik
.hubungan ini ditandai dengan adanya prilaku empati, penerimaan dan penghargaan
, kehangatan dan perhatian,ketulusan dan keterbukaan, serta kekonkretan dan
kekhususan ekspresi seorang guru.
Menurut
norma ini guru hendaknya :
1.
Mengakui
bahwa kesejahteraan anak didik ialah kewajiban guru.
2.
Memperlakukan
anak didik secara benar dan adil tanpa memandang sifat fisik, mental, politik,
ekonomi, social rasial atau agama.Bersikap ramah dan sopan terhadap anak didiknya.
3.
Menghargai
perbedaan antara murid-murid dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
individual.
4.
Memegang
dengan baik keterangan-keterangan yang bersifat rahasia tentang murid-muridnya
dan menggunakan secara professional.
5.
Menghindarkan
untuk mendasarkan keyakinan-keyakinan agama atau politik partainya kepada
muridnya.
6.
Guru
selaku pendidik hendaknya selalu menjadikan dirinya suri teladan bagi anak
didiknya.
7.
Di
dalam melaksanakan tugasnya harus dijiwai dengan kasih saying, adil serta
menumbuhkannya dengan tanggung jawab.
8.
Guru
wajib menjunjung tinggi harga diri setiap murid.
9.
Guru
seyogyanya tidak memberi pelajaran tambahan kepada muridnya sendiri dengan
memungut bayaran.
2.5 Komunikasi
ampuh yang dapat dipakai guru
Komunikasi ampuh ini dapat dipakai oleh
guru ketika mengajar, memberikan petunjuk, menata konteks, atau memberikan
umpan balik (De Porter 2000:118). Komunikasi ampuh ini dapat dilakukan dengan
mudah dan disengaja. Keempat komunikasi ampuh tersebut sebagai berikut.
a.
Munculkan
Kesan
Kesan yang dimaksud dalam komunikasi
ampuh quantum teaching adalah citra (De Porter, 2000:119). Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2001:216) ada beberapa makna tentang citra. Makna yang tepat
dalam kaitannya dengan maksud di sini yaitu kesan mental atau bayangan visual
yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase, atau kalimat.
Perkataan guru diharapkan mampu
menimbulkan kesan yang dapat memacu belajar siswa. Secara sadar, guru
diharapkan memilih perkataan yang menimbulkan citra positif, memacu pelajaran,
dan meningkatkan komunikasi. Jangan sampai perkataan guru menimbulkan citra
negatif yang dapat melemahkan pembelajaran, misal, menimbulkan kesan kesulitan,
kebosanan, bahaya, kegagalan dan sebagainya.
b.
Arahkan
Fokus
Langkah pertama yang dapat dilakukan oleh
guru agar prinsip arahkan fokus ini dapat terpakai yaitu “tanyalah kepada diri
sendiri: di mana guru ingin memusatkan perhatian siswa”. Lalu, pilihlah
kata-kata yang langsung mengarahkan fokus mereka.
c.
Inklusif
Semua perkataan guru diharapkan memacu
terciptanya dinamika yang positif dan memacu hubungan kerja sama yang
menyeluruh. Setiap orang diajar terlibat dalam proses pembelajaran.
Sebagai quantum teacher, guru
diharapkan menciptakan sebuah suasana kerja sama, kerja tim, dan keterlibatan,
terutama mengingat adanya asosiasi negatif yang dimiliki beberapa siswa
mengenai dinamika guru dan siswa. Memilih kata secara sadar dan sengaja dapat
memperkuat rasa kebersamaan dan menimbulkan asosiasi positif. Untuk menciptakan
lingkungan belajar yang penuh kerja sama, gunakanlah bahasa yang mengajak semua
orang. “Mari kita” dan “kita” menciptakan kesan keterpaduan dan kesatuan.
Perkataan seperti itu berarti, “Kita berjuang bersama-sama” (De Porter,
2000:122).
d.
Spesifik
De Porter (2000:122) mengatakan bahwa
kesalahan komunikasi sering terjadi karena generalisasi. Generalisasi
memungkinkan orang lain mengisi kekosongan dengan pemahamannya sendiri. Semakin
spesifik perkataan, akan semakin membawa kejelasan. Kejelasan mendorong lahirnya
tindakan yang diinginkan dalam komunikasi.
Keempat prinsip komunikasi ampuh
tersebut merupakan komunikasi verbal, yaitu komunikasi yang dilakukan secara
lisan melalui suatu percakapan. Komunikasi verbal harus didukung oleh
komunikasi nonverbal, yaitu mengarah kepada komunikasi tanpa kata seperti
sikap, gerakan tubuh, gerak isyarat, dan ekspresi wajah (Darmawan, 2006:4).
Dengan berbagai pengaruh diatas yang
mempengaruhi pelajar , baik dari dalam maupun luar, sungguh akan menjadi
tantangan yang luar biasa bagi seorang guru untuk membentuk karakter remaja
yang baik. Diperlukan pendekatan-pendekatan khusus untuk mewujudkan generasi
penerus bangsa yang berkualitas.
Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain:
1.
Guru
mengikuti perkembangan teknologi informasi.
Kemudahan masuknya berbagai trend dunia,
kebanyakan berbasis teknologi informasi. Diharapkan guru mengikuti dan
mempelajari berbagai media tempat para siswa bersosialisasi. Jika perlu guru
harus memiliki akun facebook atau twitter khusus untuk “berteman”
dengan siswanya, sehingga sekaligus guru dapat melakukan pendampingan dan
pengawalan secara tidak langsung dengan memantau aktivitas siswanya di dunia
maya. Jangan sampai guru kalah canggih dengan siswanya, sehingga dapat dibodohi
atau diakali dengan teknologi. Lagi pula seorang guru yang kelihatan canggih
dan pintar, akan lebih “memukau” siswanya dan untuk selanjutnya akan lebih
mudah bagi guru untuk mempengaruhi siswanya.
2.
Guru
berusaha menyelami kegemaran siswa remajanya.
Sesuai dengan perkembangan cara berpikir
remaja yang kausatif, yaitu cara berpikir sebab akibat, tidak akan berhasil
mengarahkan mereka dengan metode doktrin seperti di SD. Didukung dengan kondisi
emosi yang meluap-luap serta ego yang masih tinggi, maka semakin keras guru
melarang, semakin keras pula mereka menentang atau mencari pembelaan diri. Maka
guru dituntut untuk bersabar dan berusaha menanamkan pengertian dengan cara
lain.
Guru dapat mengambil hati siswanya dengan
cara mencari tahu lebih banyak tentang kegemaran para siswanya. Misalnya, dalam
menghadapi siswi yang sedang dimabuk K-pop, mau tidak mau guru harus mencari
informasi seputar artis korea yang digandrungi, drama-drama yang disukai, atau
pun judul-judul lagu yang digemari. Kemudian, dari info tersebut dimasukkan
nilai-nilai karakter atau pun hikmah-hikmah yang bisa diambil dari kehidupan
seputar K-pop tersebut. Perlahan-lahan, pola pikir mereka digiring kembali ke
jalan yang benar. Seperti metoda yang dikenal dalam hypnoteaching yaitu pacing
and leading.
Pacing berarti menyamakan posisi,
gerak tubuh, bahasa, serta gelombang otak dengan siswa. Sebab pada dasarnya
manusia cenderung atau lebih suka berinteraksi dengan teman yang memiliki
banyak kesamaan, sehingga ia akan merasa nyaman. Dengan kenyamanan inilah, maka setiap
pesan yang disampaikan dari satu orang ke orang lain bisa diterima dan dipahami
dengan baik. Pada awalnya kita mencari tahu tentang kegemaran mereka untuk
menyamakan gelombang pikiran kita dengan siswa supaya mereka nyaman bertemu
kita, kemudian setelah itu kita melakukan leading, memimpin mereka, mengarahkan
kembali mereka ke pola pikir yang benar.
Jika kita melakukan leading
tanpa didahului pacing, maka hal itu sama saja dengan memberikan
perintah kepada para siswa yang cukup beresiko, karena mereka melakukannya
dengan terpaksa dan tertekan. Hal ini akan mengakibatkan penolakan pada guru.
3.
Guru
dapat memposisikan diri sebagai teman.
Kewibawaan guru dalam mengajar tentunya
sangat diperlukan, terutama dalam mengelola kelas dan menghadapi ketidak
disiplinan. Namun dalam situasi-situasi tertentu, hendaknya guru dapat
memposisikan diri sebagai teman, sahabat, orang yang dapat dipercaya oleh
siswanya, sehingga siswa tidak segan-segan menceritakan persoalan-persoalan
yang mereka alami, ataupun kegalauan yang mereka rasakan. Dengan begitu arahan
kita dalam rangka meneguhkan karakter remaja dapat masuk dengan mudah.
Hal ini dapat dicapai salah satunya
dengan bersikap tidak cepat menghakimi ketika siswa melakukan kesalahan atau
melakukan tindakan yang berlebihan. Mengajak bicara empat mata, dari hati ke
hati, akan lebih efektif daripada langsung memberi sangsi di depan
teman-temannya. Sehingga walaupun pada akhirnya mereka tetap mendapat sangsi,
sudah dipahamkan dahulu mengenai alasan-alasannya.
4.
Guru
memberi keteladanan dan konsistensi.
Remaja dengan sifatnya yang kritis akan
mengamati perilaku guru, di sekolah maupun di luar sekolah, kemudian akan
membandingkan dengan apa saja yang sudah kita katakan. Dalam hal ini sangat
diperlukan kekonsistenan serta kesesuaian dalam bertindak dan bertutur kata.
Pengalaman sudah membuktikan bahwa keteladanan lebih berpengaruh untuk
perubahan, dibanding hanya nasehat tanpa bukti nyata.
5.
Guru
menjalin komunikasi dan kerjasama yang efektif dengan wali murid.
Tujuan pendidikan tidak akan tercapai
tanpa kerjasama yang baik dari berbagai pihak, yaitu sekolah, orang tua, dan
masyarakat. Terutama untuk sekolah dengan sistem full day school, dimana
siswa tidak selama 24 jam berada dalam pengawasan guru, harus ada keselarasan
pola pembinaan karakter antara di sekolah dengan di rumah. Hal yang menjadi
penekanan di sekolah, juga harus menjadi penekanan di rumah. Sebagai contoh, jika di sekolah
sangat ditekankan berbusana muslim sesuai syariah (memakai rok, tidak ketat,
jilbab panjang menutupi dada), tidak akan menjadi sebuah karakter jika di rumah
orang tua malah membelikan pakaian-pakaian yang tidak mengindahkan aturan
tersebut. Karakter dibentuk dari kebiasaan, hal-hal yang dilakukan setiap
harinya.
Maka sejak awal harus dipastikan orang tua
paham dan menyetujui visi misi sekolah sehingga mau bekerjasama mewujudkan
tujuan pendidikan putra putrinya. Memang tidak mudah mengingat para orang tua
berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Karena itu dapat digunakan
berbagai media dan program untuk membantu guru dalam bekerja sama dengan orang
tua, misalnya Buku Penghubung/Buku Komunikasi, Home Visit, Parenting,
dan sebagainya.
6.
Guru
tetap bersikap tegas dalam hal-hal yang menyangkut syariah.
Dalam pendekatan-pendekatan yang telah
dijabarkan sebelumnya guru lebih banyak dituntut untuk bersikap sabar dan
fleksibel. Namun dalam hal-hal yang menyangkut syariah, guru tetap harus
bersikap tegas. Misalnya dalam hal menutup aurat. Ketika ada siswanya yang
tidak berpakaian sesuai aturan di kegiatan sekolah, maka harus segera ditindak
dengan tegas. Atau ketika misalnya ketahuan ada siswa yang berjalan berdua
dengan lawan jenis, harus segera dipanggil dan diberi sangsi. Lambat laun siswa akan dapat membedakan mana
hal-hal yang tidak boleh dilanggar atau tidak dapat ditoleransi.
Keberhasilan proses belajar mengajar
merupakan hal utama yang didambakan dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Tujuan proses pembelajaran diperolehnya hasil optimal melalui optimalisasi
proses pembelajaran tersebut, diharapkan para peserta didik dapat meraih
prestasi belajar yang optimal dan memuaskan.
Pentutup
2.1
Kesimpulan
:
Salah satu faktor
yang dapat menjadikan suasana belajar menjadi lebih kondusif adalah penggunaan
metode yang sesuai dengan materi pelajaran sehingga dapat merangsang siswa
dalam belajar lebih aktif untuk belajar.
Proses belajar
mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru
sebagai pemegang peranan penting. Dengan demikian belajar mengajar yang bermutu
adalah kegiatan belajar mengajar yang berorientasi kepada keaktifan,
kerativitas, dan kemandirian siswa.
Untuk meningkatkan partisipasi siswa
dalam proses belajar mengajar, guru perlu menunjukkan sikap baik pada waktu
mengajukan pertanyaan maupun ketika menerima jawaban siswa. Pertanyaan yang
dirancang dengan baik dan berlangsung secara berkesinambungan dapat
mengembangkan aktivitas mental dan kemampuan berpikir siswa secara terarah.
2.2
Saran
:
1.
Seharusnya
untuk menciptakan hubungan keselarasan antara guru dan murid yang baik kita
harus menciptakan dahulu suasana balajar mengajar lebih kondusif.
2.
Seharusnya
untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, guru perlu
menunjukkan sikap baik pada waktu mengajukan pertanyaan maupun ketika menerima
jawaban siswa.
Daftar Pustaka
DePorter,
B., Reardon, M. & Nourie, S. S. 2000. Quantum Teaching:
Mempraktikkan http://dwijakarya.blogspot.com/
Hajar,
Ibnu, M.Pd. 2011. HYPNOTEACHING, Memaksimalkan Hasil Proses Belajar-Mengajar
dengan Hipnoterapi, Cetakan Pertama.
Yogyakarta: DIVA Press
Hamalik, O. (2004). Proses Belajar Mengajar. Jakarta:
PT.Bumi Aksara
H.M. Daryanto, Drs : Admnistrasi Pendidikan , Rineka Cipta 1996
H.M. Daryanto, Drs : Admnistrasi Pendidikan , Rineka Cipta 1996
Hasibuan, JJ & Moedjiono.1993. Proses Belajar
Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Modul
Etika Profesi Guru, S1 PGSD
Universitas Terbuka
_________.
2000. The Learning Revolution: Revolusi Cara Belajar, Bagian II: Sekolah Masa
Depan, (terjemahan Penerbit Kaifa) Bandung: Penerbit Kaifa.
Quantum
Learning di Ruang-ruang
Kelas, (terjemahan Penerbit Kaifa), Bandung: Penerbit Kaifa.
Hamalik, O. (2004). Proses Belajar Mengajar. Jakarta:
PT.Bumi Aksara
Hasibuan, JJ & Moedjiono.1993. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Hasibuan, JJ & Moedjiono.1993. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
0 comments:
Post a Comment