Tuesday 5 February 2013

Karya Tulis Hubungan Keselarasan Guru dan Siswanya


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
      Menurut UU Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, bangsa, dan negara.
        Kemajuan tekonologi menyebabkan ilmu pengetahuan berkembang pesat, untuk mengimbangi kemajuan tersebut maka peningkatan kualitas pendidikan harus dilakukan. Pendidkan sangat berkaitan erat dengan kualitas dan kemampuan guru dalam menyajikan materi terhadap anak didiknya. Guru harus bersikap kritis terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu guru dituntut terus berinovasi dalam proses belajar mengajar terutama dalam pemanfaatan pemodelan dalam belajar mengajar. Membahas tentang model-model mengajar dalam kerangka pengajaran , merupakan suatu hal penting. Dalam mengajar, penggunaan model bukan suatu yang baru.     
        Pengembangan model-model mengajar tersebut adalah dimaksudkan untuk membantu guru meningkatkan kemampuannya untuk lebih mengenal siswa dan menciptakan lingkungan yang lebih bervariasi bagi kepentingan belajar siswa.  Dalam pelaksanaan kegiatan pengajaran yang bertujuan memberi pengetahuan, keterampilan dan sikap pada siswa. Pada umumnya bidang ini merupakan tugas dan tanggung jawab guru dalam proses kegiatan mengajar belajar. Bimbingan kepada para siswa yaitu membantu siswa mengambil manfaat semaksimal mungkin dari pendidikannya di sekolah. Terciptanya keselarasan guru dan murid tergantung dengan adanya 2 bidang yaitu bidang pengajaran, bidang kurikuler, dan bidang bimbingan.
        Faktor yang dapat menjadikan suasana belajar menjadi lebih kondusif adalah penggunaan metode yang sesuai dengan materi pelajaran sehingga dapat merangsang siswa dalam belajar lebih aktif untuk belajar. Dan aktifnya para siswa untuk bertanya.
      Bertanya merupakan suatu hal yang sangat lazim untuk dilakukan dalam proses pembelajaran. Guru bertanya untuk mengukur pemahaman siswa, untuk mendapatkan informasi dari siswa, untuk merangsang siswa berpikir, dan untuk mengontrol kelas.
           Sementara itu siswa kadang juga bertanya untuk mendapatkan berbagai tujuan. Misalnya untuk mendapatkan penjelasan dan sebagai ungkapan rasa ingin tahu, atau bahkan sekedar untuk mendapatkan perhatian. Tampaknya tidak ada yang menyangkal bahwa peran penting pertanyaan dalam proses belajar mengajar dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kemampuan siswa dalam kagiatan belajar mengajar (KBM).
1.3 Rumusan masalah
1.      Bagimana cara terciptanya keselarasan Hubungan Guru dengan Murid saat terjadinya proses belajar mengajar ?
2.      Apa pentingnya Pengembangan pembodelan dalam proses belajar dan mengajar ?
3.      Bagaimana cara untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif ?
4.      Pentingnya pproses bertanya pada proses belajar dan mengajar ?
5.      Apa saja kode etik yang perlu di lakukan guru kepad muridnya ?

1.2 Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui hubungan keselarasan guru dengan murid 
2.      Untuk mengetahui bagaimana terciptanya suasana belajar mengajar yang kondusif
3.      Untuk mengetahui cara penyusunan pertanyaan yang baik antara guru dan murid di saat belajar mengajar
4.      Untuk mengetahui kode etik guru dan fungsinya
5.      Untuk mengetahui pendekatan-pendekatan apa saja yang perlu dilakukan guru kepada muridnya .






          BAB II
    PEMBAHASAN
2.1 Pentingnya guru sebagai tenaga pendidik siswa
          Salah satu faktor yang dapat menjadikan suasana belajar menjadi lebih kondusif adalah penggunaan metode yang sesuai dengan materi pelajaran sehingga dapat merangsang siswa dalam belajar lebih aktif untuk belajar.
           Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan penting. Dengan demikian belajar mengajar yang bermutu adalah kegiatan belajar mengajar yang berorientasi kepada keaktifan, kerativitas, dan kemandirian siswa.
          Guru harus memahami dan mengahayati para siswa yang dibinanya, karena wujud siswa pada setiap saat tidak akan sama, ini disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
            Pada kenyataannya dilapangan, pembelajaran selama ini masih banyak guru-guru yang mengajukan pertanyaan dengan cara konvensional, dimana cara ini kurang memotifasi siswa untuk berusaha mencari atau merumuskan sendiri jawaban atas pertanyaan guru. engan pemanfaatan pemodelan yang dilakukan oleh guru ini diharapkan siswa mampu mencari jawaban sendiri sesuai dengan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari yang pada akhirnya jawaban atas pertanyaan itu “seolah-olah siswa sendiri yang menemukan”.
2.2 Pentingnya pertanyaan untuk meningkatkan partisipasi siswa
           Untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, guru perlu menunjukkan sikap baik pada waktu mengajukan pertanyaan maupun ketika menerima jawaban siswa. Pertanyaan yang dirancang dengan baik dan berlangsung secara berkesinambungan dapat mengembangkan aktivitas mental dan kemampuan berpikir siswa secara terarah.
        Dalam hal ini guru sebagai tenaga pendidik dan pengajar perlu memperhatikan beberapa contoh penyusunan pertanyaan yang baik, adapun contoh penyusunan pertanyaan yang baik adalah sebagai berikut :
1.      Bahasanya langsung dan sederhana
Pertanyaan yang diajukan kepada siswa itu harus diusahakan agar bahasanya langsung dan sederhana. Pertanyaan itu harus dapat memusatkan perhatian siswa pada inti atau materi pertanyaan.
2.      Maknanya pasti dan jelas
Agar tidak mengacaukan pikiran siswa, maka makna pertanyaan yang diajukan kepada mereka harus pasti dan jelas. Bila sebuah pertanyaan dapat menimbulkan berbagai macam interpretasi, maka bisa menyebabkan siswa enggan menanggapi.
3.      Urutan logik
Pertanyaan itu seyogyanya dapat menyebabkan seseorang berlatih berfikir dengan urutan yang logik.
4.      Pertanyaan harus sesuai dengan kemampuan kelas
Pertanyaan yang kita ajukan kepada siswa dalam suatu kelas harus sesuai dengan tingkat kemampuan kelas itu. Pada waktu guru merencanakan serangkaian pertanyaan untuk diajukan kepada siswa, maka ia harus benar-benar berusaha agar pertanyaannya cocok dengan tingkat kemampuan kelas tersebut. Dengan demikian mengajukan pertanyaan yang telah disesuaikan dengan audiens pada umunya dan siswa pada khususnya, maka komunikasi dapat di tingkatkan.
5.      Pertanyaan yang merangsang usaha
Pertanyaan itu hendaknya dapat membangkitkan usaha siswa. Sementara guru menyusun kerangka pertanyaan agar cocok dengan tingkat kemampuan kelas, ia juga berusaha pula menyiapkan pertanyaan yang cukup sulit untuk membangkitkan usaha siswa. Tetapi harus dijaga agar soal itu tidak terlalu sulit.
6.      Memikat minat siswa
Guru harus berusaha agar pertanyaan yang disusunnya dapat memikat siswa selama pelajaran berlangsung. Pada waktu mengajukan pertanyaan, guru tidak hanya berpusat pada satu orang saja tetapi, giliran harus diberikan secara bergantian anatara siswa yang mengajukan diri secara sukarela dengan yang tidak. Hal ini akan mendorong siswa untuk menaruh perhatian. Guru harus membiasakan diri memberi penguatan positif kepada siwa yang menjawab dengan benar dan guru juga harus membiasakan diri untuk menangani atau membetulkan jawaban siswa yang salah. Penguatan positif ini bisa berupa nilai yang bagus, pujian, anggukan, acungan jempol atau hadiah.
       Bertanya dengan baik merupakan seni dan merupakan salah satu unsur penting dalam pengajaran yang baik. Akibatnya, hal ini dapat menjadi kekuatan yang besar atau sebaliknya kelemahan yang serius dalam pelaksanaan tugas mengajar. Pertanyaan-pertanyaan itu harus dipersiapkan dengan sungguh-sungguh dan diajukan berhati-hati.
2.3 Apa pemodelan itu ?
       Pemodelan adalah suatu rencana, rancangan, atau pola yang digunakan dalam menyusun dan mengembangkan vaktor rangsangan (stimulus), respon (Response), serta penguatan (Reinforcement) dengan tujuan dapat menghasilkan sebuah stimulus yang berupa pertanyaan.
         Salah satu masalah yang cukup rumit bagi guru dalam pengelolaan pembelajaran yang menggunakan model pengajaran berdasarkan masalah adalah bagaimana menangani siswa baik individual maupun kelompok, yang dapat menyelesaikan tugas lebih awal maupun yang terlambat. Dengan kata lain kecepatan penyelesaian tugas tiap individu maupun kelompok berbeda-beda. Pada model pengajaran berdasarkan masalah siswa dimungkin untuk mengerjakan tugas multi (rangkap), dan waktu penyelesaian tugas-tugas tersebut dapat berbeda-beda.
          Dalam model pengajaran berdasarkan masalah, guru sering menggunakan sejumlah bahan dan peralatan, dan hal ini biasanya dapat merepotkan guru dalam pengelolaannya. Oleh karena itu, untuk efektifitas kerja guru harus memiliki aturan dan prosedur yang jelas dalam pengelolaan, penyimpanan, dan pendistribusian bahan.
         Pengembangan model-model mengajar tersebut adalah dimaksudkan untuk membantu guru meningkatkan kemampuannya untuk lebih mengenal siswa dan menciptakan lingkungan yang lebih bervariasi bagi kepentingan belajar siswa. Model ini bisa cara mengoperasikan sesuatu, cara menyelesaikan soal, dan sebagainya. Dengan cara demikian, guru memberi model “bagaimana cara belajar”.
        Dengan memperhatikan batasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa model mengajar adalah merupakan sebuah perencanaan pengajaran yang menggambarkan proses yang ditempuh pada proses belajar mengajar agar dicapai perubahan spesifik pada prilaku siswa seperti yang diharapkan.
        Interaksi seorang guru dalam melaksanakan misi tugas kependidikannya bukan hanya terjadi antara guru dengan peserta didik, akan tetapi interaksi guru terserbut terjadi juga dengan rekan sejawat, orang tua peserta didik, masyarakat, dan pelaksanaan misi tugasnya. Dalam interaksi seperti itu, perbedaan pendapat,  persepsi, harapan, dan perbedaan lainnya sulit dihindari , apalagi pemikiran masyarakat diera demokratisasi ini semakin kritis.
2.4 Kode Etik Guru
             Disadari atau tidak jabatan guru adalah jabatan professional. Sebagai profesi, jabatan ini memiliki kode etik keguruan, yang menjadi pedoman pelaksanaan misi tugas seorang guru. Kode etik inilah yang menjawab bagaiman seharusnya seorang guru  berinteraksi dengan peserta didik, rekan sejawat orang tua peserta didik, masyarakat dan dengan pelaksanaan misi tugasnya itu sendiri. Jika seorang guru memedomani kode etik guru dalam pelaksanaan misi tugas kependidikannya, maka bias praktik profesional sangat mungkin dapat dihindari dan keselarasan antara kepentingan pribadi dengan kepntingan masrakat sangat mungkin dapat diujudkan. Dipihak lain dalam melaksanakan misi tugasnya seorang guru dihadapkan pada dua kepentingan. Sebagai seorang pribadi, ia harus melaksanakan misi tugasnya itu demi kepentingan sendiri,  dan sebagai profesional ia melaksanakan misi tugas kependidikannya itu semata-mata demi kepentinga  peserta didik dan masyaralkat pengguna jasa layanan profesi keguruan. Dilema seperti ini terkadang menyebabkan biasnya pelaksanaan misi tugasnya sebagai guru dan pendidik.
B.     Pengertian Kode Etik
              Secara etimologis kode etik berarti pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Dengan kata lain, kode etik merupakan pola atauran atau tata cara etis sebagai pedoman berprilaku. Etis berarti sesuai dengan nilai-nilai, dan norma yang dianut oleh sekelompok orang atau masyarakat tertentu. Gibson dan Mitchel (1995;449) menegaskan bahwa suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan kedalam standar prilaku anggotanya. Inti nilai professional adanya sifat altruistis dari seorang propesional, mentingkan kesehjahteraan orang lain, dan lebih berorentasi pada pelayanan masyarakat umum.
C.     Fungsi Kode Etik Keguruan.
      Kode etik guru sesungguhnya merupakan pedoman yang mengatur hubungan guru dangan teman sejawat, peserta didik, orang tua peserta didik, pimpinan, masyarakat dan dengan misi tugasnya. Jalinan hubugan  tersebut dilakukan untuk berbagai kepentingan terutama untuk kepentingan pekembangan siswa secara optimal.
       kondusif bagi perkembangan peserta didik .hubungan ini ditandai dengan adanya prilaku empati, penerimaan dan penghargaan , kehangatan dan perhatian,ketulusan dan keterbukaan, serta kekonkretan dan kekhususan ekspresi seorang guru.
Menurut norma ini guru hendaknya :
1.      Mengakui bahwa kesejahteraan anak didik ialah kewajiban guru.
2.      Memperlakukan anak didik secara benar dan adil tanpa memandang sifat fisik, mental, politik, ekonomi, social rasial atau agama.Bersikap ramah dan sopan terhadap anak didiknya.
3.      Menghargai perbedaan antara murid-murid dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan individual.
4.      Memegang dengan baik keterangan-keterangan yang bersifat rahasia tentang murid-muridnya dan menggunakan secara professional.
5.      Menghindarkan untuk mendasarkan keyakinan-keyakinan agama atau politik partainya kepada muridnya.
6.      Guru selaku pendidik hendaknya selalu menjadikan dirinya suri teladan bagi anak didiknya.
7.      Di dalam melaksanakan tugasnya harus dijiwai dengan kasih saying, adil serta menumbuhkannya dengan tanggung jawab.
8.      Guru wajib menjunjung tinggi harga diri setiap murid.
9.      Guru seyogyanya tidak memberi pelajaran tambahan kepada muridnya sendiri dengan memungut bayaran.
2.5 Komunikasi ampuh yang dapat dipakai guru
      Komunikasi ampuh ini dapat dipakai oleh guru ketika mengajar, memberikan petunjuk, menata konteks, atau memberikan umpan balik (De Porter 2000:118). Komunikasi ampuh ini dapat dilakukan dengan mudah dan disengaja. Keempat komunikasi ampuh tersebut sebagai berikut.
a.       Munculkan Kesan
         Kesan yang dimaksud dalam komunikasi ampuh quantum teaching adalah citra (De Porter, 2000:119). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:216) ada beberapa makna tentang citra. Makna yang tepat dalam kaitannya dengan maksud di sini yaitu kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase, atau kalimat.
         Perkataan guru diharapkan mampu menimbulkan kesan yang dapat memacu belajar siswa. Secara sadar, guru diharapkan memilih perkataan yang menimbulkan citra positif, memacu pelajaran, dan meningkatkan komunikasi. Jangan sampai perkataan guru menimbulkan citra negatif yang dapat melemahkan pembelajaran, misal, menimbulkan kesan kesulitan, kebosanan, bahaya, kegagalan dan sebagainya.
b.      Arahkan Fokus
     Langkah pertama yang dapat dilakukan oleh guru agar prinsip arahkan fokus ini dapat terpakai yaitu “tanyalah kepada diri sendiri: di mana guru ingin memusatkan perhatian siswa”. Lalu, pilihlah kata-kata yang langsung mengarahkan fokus mereka.
c.       Inklusif
       Semua perkataan guru diharapkan memacu terciptanya dinamika yang positif dan memacu hubungan kerja sama yang menyeluruh. Setiap orang diajar terlibat dalam proses pembelajaran.
        Sebagai quantum teacher, guru diharapkan menciptakan sebuah suasana kerja sama, kerja tim, dan keterlibatan, terutama mengingat adanya asosiasi negatif yang dimiliki beberapa siswa mengenai dinamika guru dan siswa. Memilih kata secara sadar dan sengaja dapat memperkuat rasa kebersamaan dan menimbulkan asosiasi positif. Untuk menciptakan lingkungan belajar yang penuh kerja sama, gunakanlah bahasa yang mengajak semua orang. “Mari kita” dan “kita” menciptakan kesan keterpaduan dan kesatuan. Perkataan seperti itu berarti, “Kita berjuang bersama-sama” (De Porter, 2000:122).
d.      Spesifik
      De Porter (2000:122) mengatakan bahwa kesalahan komunikasi sering terjadi karena generalisasi. Generalisasi memungkinkan orang lain mengisi kekosongan dengan pemahamannya sendiri. Semakin spesifik perkataan, akan semakin membawa kejelasan. Kejelasan mendorong lahirnya tindakan yang diinginkan dalam komunikasi.
       Keempat prinsip komunikasi ampuh tersebut merupakan komunikasi verbal, yaitu komunikasi yang dilakukan secara lisan melalui suatu percakapan. Komunikasi verbal harus didukung oleh komunikasi nonverbal, yaitu mengarah kepada komunikasi tanpa kata seperti sikap, gerakan tubuh, gerak isyarat, dan ekspresi wajah (Darmawan, 2006:4).
         Dengan berbagai pengaruh diatas yang mempengaruhi pelajar , baik dari dalam maupun luar, sungguh akan menjadi tantangan yang luar biasa bagi seorang guru untuk membentuk karakter remaja yang baik. Diperlukan pendekatan-pendekatan khusus untuk mewujudkan generasi penerus  bangsa yang berkualitas. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain:
1.      Guru mengikuti perkembangan teknologi informasi.
      Kemudahan masuknya berbagai trend dunia, kebanyakan berbasis teknologi informasi. Diharapkan guru mengikuti dan mempelajari berbagai media tempat para siswa bersosialisasi. Jika perlu guru harus memiliki akun facebook atau twitter khusus untuk “berteman” dengan siswanya, sehingga sekaligus guru dapat melakukan pendampingan dan pengawalan secara tidak langsung dengan memantau aktivitas siswanya di dunia maya. Jangan sampai guru kalah canggih dengan siswanya, sehingga dapat dibodohi atau diakali dengan teknologi. Lagi pula seorang guru yang kelihatan canggih dan pintar, akan lebih “memukau” siswanya dan untuk selanjutnya akan lebih mudah bagi guru untuk mempengaruhi siswanya.
2.      Guru berusaha menyelami kegemaran siswa remajanya.
       Sesuai dengan perkembangan cara berpikir remaja yang kausatif, yaitu cara berpikir sebab akibat, tidak akan berhasil mengarahkan mereka dengan metode doktrin seperti di SD. Didukung dengan kondisi emosi yang meluap-luap serta ego yang masih tinggi, maka semakin keras guru melarang, semakin keras pula mereka menentang atau mencari pembelaan diri. Maka guru dituntut untuk bersabar dan berusaha menanamkan pengertian dengan cara lain.
     Guru dapat mengambil hati siswanya dengan cara mencari tahu lebih banyak tentang kegemaran para siswanya. Misalnya, dalam menghadapi siswi yang sedang dimabuk K-pop, mau tidak mau guru harus mencari informasi seputar artis korea yang digandrungi, drama-drama yang disukai, atau pun judul-judul lagu yang digemari. Kemudian, dari info tersebut dimasukkan nilai-nilai karakter atau pun hikmah-hikmah yang bisa diambil dari kehidupan seputar K-pop tersebut. Perlahan-lahan, pola pikir mereka digiring kembali ke jalan yang benar. Seperti metoda yang dikenal dalam hypnoteaching yaitu pacing and leading.
       Pacing berarti menyamakan posisi, gerak tubuh, bahasa, serta gelombang otak dengan siswa. Sebab pada dasarnya manusia cenderung atau lebih suka berinteraksi dengan teman yang memiliki banyak kesamaan, sehingga ia akan merasa nyaman.             Dengan kenyamanan inilah, maka setiap pesan yang disampaikan dari satu orang ke orang lain bisa diterima dan dipahami dengan baik. Pada awalnya kita mencari tahu tentang kegemaran mereka untuk menyamakan gelombang pikiran kita dengan siswa supaya mereka nyaman bertemu kita, kemudian setelah itu kita melakukan leading, memimpin mereka, mengarahkan kembali mereka ke pola pikir yang benar.
         Jika kita melakukan leading tanpa didahului pacing, maka hal itu sama saja dengan memberikan perintah kepada para siswa yang cukup beresiko, karena mereka melakukannya dengan terpaksa dan tertekan. Hal ini akan mengakibatkan penolakan pada guru.
3.      Guru dapat memposisikan diri sebagai teman.
       Kewibawaan guru dalam mengajar tentunya sangat diperlukan, terutama dalam mengelola kelas dan menghadapi ketidak disiplinan. Namun dalam situasi-situasi tertentu, hendaknya guru dapat memposisikan diri sebagai teman, sahabat, orang yang dapat dipercaya oleh siswanya, sehingga siswa tidak segan-segan menceritakan persoalan-persoalan yang mereka alami, ataupun kegalauan yang mereka rasakan. Dengan begitu arahan kita dalam rangka meneguhkan karakter remaja dapat masuk dengan mudah.
        Hal ini dapat dicapai salah satunya dengan bersikap tidak cepat menghakimi ketika siswa melakukan kesalahan atau melakukan tindakan yang berlebihan. Mengajak bicara empat mata, dari hati ke hati, akan lebih efektif daripada langsung memberi sangsi di depan teman-temannya. Sehingga walaupun pada akhirnya mereka tetap mendapat sangsi, sudah dipahamkan dahulu mengenai alasan-alasannya.
4.      Guru memberi keteladanan dan konsistensi.
      Remaja dengan sifatnya yang kritis akan mengamati perilaku guru, di sekolah maupun di luar sekolah, kemudian akan membandingkan dengan apa saja yang sudah kita katakan. Dalam hal ini sangat diperlukan kekonsistenan serta kesesuaian dalam bertindak dan bertutur kata. Pengalaman sudah membuktikan bahwa keteladanan lebih berpengaruh untuk perubahan, dibanding hanya nasehat tanpa bukti nyata.
5.      Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang efektif dengan wali murid.
      Tujuan pendidikan tidak akan tercapai tanpa kerjasama yang baik dari berbagai pihak, yaitu sekolah, orang tua, dan masyarakat. Terutama untuk sekolah dengan sistem full day school, dimana siswa tidak selama 24 jam berada dalam pengawasan guru, harus ada keselarasan pola pembinaan karakter antara di sekolah dengan di rumah. Hal yang menjadi penekanan di sekolah, juga harus menjadi penekanan di   rumah. Sebagai contoh, jika di sekolah sangat ditekankan berbusana muslim sesuai syariah (memakai rok, tidak ketat, jilbab panjang menutupi dada), tidak akan menjadi sebuah karakter jika di rumah orang tua malah membelikan pakaian-pakaian yang tidak mengindahkan aturan tersebut. Karakter dibentuk dari kebiasaan, hal-hal yang dilakukan setiap harinya.
     Maka sejak awal harus dipastikan orang tua paham dan menyetujui visi misi sekolah sehingga mau bekerjasama mewujudkan tujuan pendidikan putra putrinya. Memang tidak mudah mengingat para orang tua berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Karena itu dapat digunakan berbagai media dan program untuk membantu guru dalam bekerja sama dengan orang tua, misalnya Buku Penghubung/Buku Komunikasi, Home Visit, Parenting, dan sebagainya.
6.      Guru tetap bersikap tegas dalam hal-hal yang menyangkut syariah.
       Dalam pendekatan-pendekatan yang telah dijabarkan sebelumnya guru lebih banyak dituntut untuk bersikap sabar dan fleksibel. Namun dalam hal-hal yang menyangkut syariah, guru tetap harus bersikap tegas. Misalnya dalam hal menutup aurat. Ketika ada siswanya yang tidak berpakaian sesuai aturan di kegiatan sekolah, maka harus segera ditindak dengan tegas. Atau ketika misalnya ketahuan ada siswa yang berjalan berdua dengan lawan jenis, harus segera dipanggil dan diberi sangsi.  Lambat laun siswa akan dapat membedakan mana hal-hal yang tidak boleh dilanggar atau tidak dapat ditoleransi.
          Keberhasilan proses belajar mengajar merupakan hal utama yang didambakan dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Tujuan proses pembelajaran diperolehnya hasil optimal melalui optimalisasi proses pembelajaran tersebut, diharapkan para peserta didik dapat meraih prestasi belajar yang optimal dan memuaskan.







Pentutup
2.1    Kesimpulan :
          Salah satu faktor yang dapat menjadikan suasana belajar menjadi lebih kondusif adalah penggunaan metode yang sesuai dengan materi pelajaran sehingga dapat merangsang siswa dalam belajar lebih aktif untuk belajar.
          Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan penting. Dengan demikian belajar mengajar yang bermutu adalah kegiatan belajar mengajar yang berorientasi kepada keaktifan, kerativitas, dan kemandirian siswa.
           Untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, guru perlu menunjukkan sikap baik pada waktu mengajukan pertanyaan maupun ketika menerima jawaban siswa. Pertanyaan yang dirancang dengan baik dan berlangsung secara berkesinambungan dapat mengembangkan aktivitas mental dan kemampuan berpikir siswa secara terarah.

2.2    Saran :
1.      Seharusnya untuk menciptakan hubungan keselarasan antara guru dan murid yang baik kita harus menciptakan dahulu suasana balajar mengajar lebih kondusif.
2.      Seharusnya untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, guru perlu menunjukkan sikap baik pada waktu mengajukan pertanyaan maupun ketika menerima jawaban siswa.







Daftar Pustaka

DePorter, B., Reardon, M. & Nourie, S. S. 2000. Quantum Teaching: Mempraktikkan http://dwijakarya.blogspot.com/
Hajar, Ibnu, M.Pd. 2011. HYPNOTEACHING, Memaksimalkan Hasil Proses Belajar-Mengajar dengan Hipnoterapi,  Cetakan Pertama. Yogyakarta: DIVA Press
Hamalik, O. (2004). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT.Bumi Aksara
H.M. Daryanto, Drs : Admnistrasi Pendidikan , Rineka Cipta 1996
Hasibuan, JJ & Moedjiono.1993.  Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Modul Etika Profesi Guru, S1 PGSD Universitas Terbuka
_________. 2000. The Learning Revolution: Revolusi Cara Belajar, Bagian II: Sekolah Masa Depan, (terjemahan Penerbit Kaifa) Bandung: Penerbit Kaifa.
Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas, (terjemahan Penerbit Kaifa), Bandung: Penerbit Kaifa.
Hamalik, O. (2004). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT.Bumi Aksara
Hasibuan, JJ & Moedjiono.1993.  Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review